KESIMPULAN TENTANG BUDAYA POSITIF
Budaya positif yang ada di sekolah dimulai dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh guru dan murid dalam setiap kegiatan. Budaya positif ini tidak dapat terjadi ketika guru dan murid tidak berkolaborasi, Banyak peran sebagai guru penggerak yang perlu kita lakukan untuk mencapai budaya positif di sekolah kita. Yang paling utama disini adalah bagaimana menghantar anak mencapai hal ini. Sebagai guru kita perlu memberi teladan dalam menjalankan disiplin di sekolah agar kita menjadi panutan warga sekolah dalam praktik baik yang kita lakukan dan dapat membangun motivasi intrinstik dalam diri anak maupun teman sejawat kita.Selain itu belajarlah memahami apa kebutuhan murid-murid kita, posisikan diri kita menjadi pengontrol yang baik, lakukan segala sesuatu berdasarkan keyakinan kelas, dan selesaikanlah berbagai masalah yang terjadi melalui segi tiga restitusi.
Hubungan dengan Filosofi Kihajar Dewantara
Bahwa dalam Filosofi Kihajar Dewantara kita dituntut untuk dapat menuntun anak mencapai kebahagiaannya. Nah … untuk menciptakan anak yang memiliki budaya positif, perlu adanya tuntunan dari kita sebagai guru. Berada di depan menjadi teladan….berada di tengah untuk membimbing dan memotivasi...berada di belakang untuk mendorong anak untuk maju. Setiap anak punya karakter dan kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi dan kita perlu untuk memahaminya dan menolong anak mencapai kebutuhan tersebut dengan cara yang positif.
Hubungan Budaya Positif dengan Peran dan Nilai Guru Penggerak
Sebagai pemimpin pembelajaran tentunya seorang guru harus menjadi pengontrol yang baik, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dan proses pembelajaran tentunya berpihak pada murid. Dengan berpihak pada murid maka kita lebih memahami apa yang dibutuhkan oleh murid, dan membuat strategi pembelajaran yang menyenangkan agar guru dan murid sama-sama mencapai kebahagiaannya, dimana kreatifitas anak juga semakin berkembang, dan kita menjadi motivator yang baik untuk menumbuhkembangkan potensi dalam diri anak , dan motivasi itu muncul dari dalam diri anak, bukan karena keinginan orang lain.
Hubungan Budaya Positif dan Visi Guru Penggerak Visi menjadi kompas untuk mencapai tujuan bersama. Untuk mencapai tujuan ini harus melalui budaya positif, dengan pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan di sekolah dan menggunakan pendekatan Inquiry Apresiatif yang melakukan perubahan dengan berbasis kekuatan. Perubahan yang diinginkan berhubungan dengan berpikir positif dan bertindak positif sesuai dengan materi budaya positif untuk menumbuhkan motivasi dalam diri untuk memperbaiki diri menuju perubahan positif. Untuk itu akan melalui tahapan BAGJA yang dapat menuntun anak untuk tujuan tersebut.
Refleksi Budaya Positif
❏ Bahwa setiap anak mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar tidak muncul pemberontakan dalam diri.
❏ Bahwa harus ada perubahan positif tanpa paksaan dan bukan semata-mata anak lakukan karena membayar kesalahannya.
❏ Guru perlu memotivasi anak untuk memunculkan motivasi dalam diri anak dengan sendirinya (motivasi intristik).
❏ Guru perlu menjelaskan konsekuensi yang harus dihadapi sang anak ketika melakukan kesalahan.
❏ Buat kesepakatan kelas yang menjurus pada keyakinan kelas secara bersama.
❏ Guru memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan restitusi.
Rancangan Tindakan Untuk Aksi Nyata
Latar Belakang Ketika orang tua menyekolahkan anaknya, maka orang tua menyerahkan tanggung jawab anak mereka kepada sekolah, baik pembentukan karakter anak maupun meningkatkan pengetahuan dalam dirinya. Sekolah sebagai wadah atau sarana untuk melakukan semua itu . Guru tidak hanya mengajar tetapi perlu mendidik dan memahami anak serta bertanggung jawab untuk tumbuh kembang anak tersebut hingga mencapai kebahagiaannya dengan tidak meninggalkan kodrat alam dan kodrat zaman dalam dirinya. Kodrat alam membuat guru diperhadapkan berbagai macam karakter dan kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi, sedangkan kodrat zaman mengikuti perkembangan zaman yang terjadi sehingga guru harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan ini. Nah… inilah yang kadang-kadang membuat terjadinya kesalahpahaman diantara keduanya, dan butuh usaha untuk menyatukan kembali melalui restitusi sebagai bagian dari budaya positif.
Tujuan
❏ Murid berpikir dan bertindak positif
❏ Murid membiasakan diri ada dalam kelompok dan menjadi bagian keolompok
❏ Pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan.
❏ Murid saling memahami
❏ Guru saling berkolaborasi
❏ Motivasi dalam diri anak muncul dengan sendirinya
❏ Tidak ada pemaksaan dati guru
❏ Adanya pembentukan karakter menuju profil pelajar Pancasila.
Tolak Ukur
❏ Tidak ada hukuman ketika menghadapi murid yang bermasalah.
❏ Murid tahu konsekuensi ketika melakukan kesalahan.
❏ Murid cepat menyadari kesalahan dan melakukan perubahan positif.
❏ Guru dapat memposisikan diri sebagai pengontrol.
Linimasa Tindakan yang akan dilakukan
❏ Menyampaikan kepada Kepala Sekolah tentang restitusi, dan meminta waktu untuk dapat mensosialisasikan kepada teman sejawat.
❏ Mensosialisasikan kepada teman sejawat.
❏ Membuat keyakinan kelas dan keyakinan sekolah secara bersama-sama.
❏ Mencoba menerapkan dalam kegiatan pembelajaran
❏ Melakukan refleksi bersama
❏ Berkolaborasi dan berkomitmen bersama untuk membudayakan restitusi di sekolah
Dukungan Yang Dibutuhkan
1. Dukungan moril dari teman guru, orang tua dan kepala sekolah.
2. Lingkungan belajar yang aman dan nyaman untuk mengembangkan karakter anak.
3. Laptop, LCD, ketika melakukan pembelajaran
Kommentare