top of page

Contoh Jurnal Refleksi Minggu ke sembilanbelas (19) Pendidikan Calon Guru Penggerak

Salam Dan Bahagia

Hal mendasar dalam pengambilan keputusan dari seorang pemimpin pembelajaran adalah KASIH Kasih merupakan sumber dasar dari nilai-nilai yang kita percayai dan laksanakan dalam kehidupan kita. (Seprianus Bantaika)

Dengan Kasih dalam diri, kita sebagai seorang pemimpin pembelajaran akan mementingkan kebahagiaan dan kemerdekaan peserta didik kita dalam mengejar cita-cita yang mereka impikan.


Menjadi seorang calon guru penggerak bukan hanya sebuah gaya-gayaan dimana kita menunjukkan bahwa kita adalah guru-guru terpilih untuk melakukan transformasi pendidikan di Indonesia.


Menjadi seorang calon guru penggerak bukan juga hanya tentang membanggakan diri karena akan lebih diperhatikan karirnya kedepan oleh pemerintah.


Saya melihat bahwa, kita para CGP sudah mulai jumawa akan apa yang akan kita dapat setelah selesai pendidikan ini. Kita mulai terbuai dengan segala macam mimpi tentang pengembangan karir tanpa memikirkan bahwa esensi dari mengikuti program pendidikan ini adalah tentang bagaimana menjadikan murid kita sebagai RAJA dari pelayanan kita sebagai sebagai seorang guru.


Kita ini hanyalah seorang PETANI yang diberikan ilmu menanam oleh pemerintah agar kita para PETANI bisa menggunakan ilmu menanam tersebut agar bisa membuat lahan yang baik yang bisa ditumbuhi oleh tanaman-tanaman yang berkualitas yang bisa menjadi manfaat bagi banyak orang.


Dulu kita para PETANI beranggapan bahwa lahan yang kering dan tandus tidak bisa menumbuhkan tanaman yang berkualitas yang bisa bersaing dengan tanaman-tanaman lain yang memiliki lahan yang subur.


Ketika kita Para PETANI melihat lahan yang dimiliki kering dan tandus, ada rasa pesimis bahwa apapun tanaman yang ditanam pada lahan tersebut akan mati atau hasil dari tanaman kurang baik karena tidak memiliki sumber-sumber pendukung seperti air, kontur tanah dan juga pupuk yang bisa membantu perkembangan tanaman. Kita para PETANI ketika melihat lahan yang kering dan tandus biasanya akan pasrah dengan keadaan dan menerima segala hasil tanaman yang nantinya akan tumbuh.


Berbeda dengan PETANI yang tergabung dalam pendidikan guru penggerak ini, Para PETANI diberikan filosofi-filosofi bagaimana menjadi seorang PETANI yang memiliki kompetensi yang bagus agar bisa merawat dan menjaga tanaman tersebut bisa bertumbuh dengan baik meskipun lahan yang kita garap tidak memiliki kontur tanah yang baik.


Pada pendidikan guru penggerak ini kita para calon PETANI harus bisa memiliki nilai-nilai mandiri, reflektif, kreatif, kolaboratif yang bermuara keberpihakan terhadap tanaman yang ada di lahan kita.


Menjadi seorang calon guru penggerak sebenarnya merupakan sebuah tantangan. Tantangan dimana dulunya kita merasa nyaman dengan aktivitas kita selama ini sebagai seorang pendidik dan beranggapan bahwa guru adalah satu-satunya sumber ilmu dan teladan yang bisa diikuti oleh setiap siswa.


Memang tahun-tahun dimana belum ada teknologi informasi yang maju seperti sekarang ini, kita bisa menyatakan bahwa guru adalah satu-satunya sumber ilmu dan teladan yang bisa diikuti oleh setiap siswa.


Namun, konsep di atas tidak bisa kita gunakan lagi karena teknologi informasi sekarang ini menjadikan ilmu bisa didapat di mana saja dan kapan saja. Sehingga jika kita guru di zaman sekarang ini tidak meningkatkan kompetensi diri maka kita akan tertinggal dengan anak didik kita yang sudah bisa mengakses informasi melalui gawai mereka.


Nilai mandiri, reflektif, kolaboratif dan kreatif merupakan modal-modal dasar yang harus dimiliki guru agar tidak tertinggal dengan teknologi pendidikan yang semakin maju agar semuanya itu bisa menjadi alat untuk dapat memberikan keberpihakan kepada kebahagiaan dan perkembangan peserta didik.


Namun selain nilai-nilai yang disebutkan di atas, pendidikan guru penggerak juga memberikan materi-materi yang berhubungan dengan pengembangan sisi emosional dan juga karakter sehingga siswa bukan hanya hebat dalam bidang ilmu namun juga hebat dalam mengontrol diri dan menjaga nilai-nilai universal yang dipercayai sehingga menumbuhkan karakter siswa yang berprofil pancasila.


Penjelasan yang disampaikan di atas memiliki korelasi yang sama dengan pendapat Bob Talbert.

Bob Talbert mengatakan bahwa

(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”


Dari kutipan di atas CGP bisa menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada peserta didik sangat penting akan tetapi mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kebajikan universal dan pendalaman karakter yang kuat merupakan hal utama dalam memanusiakan manusia.


Kutipan di sangat berkorelasi dengan kehidupan sekarang-sekarang ini. Banyak kita hanya lebih fokus terhadap nilai di atas kertas ketimbang mengajarkan karakter dan nilai-nilai kebajikan universal yang diterima oleh seluruh masyarakat dunia.


Dengan mempelajari dan memahami sosial emosional para peserta didik akan membantu mereka menjadi calon anggota masyarakat yang mandiri, reflektif, kolaboratif dan kreatif yang bisa dipakai di mana saja.

Mas Menteri pernah menyatakan bahwa “Orang pintar di dunia ini sudah banyak, namun orang yang memiliki nilai dan karakter baik susah dicari”


Kita melihat hari-hari ini banyak orang-orang pintar yang terjerat dalam kasus korupsi. Itu karena mereka hanya mengandalkan kemampuan pengetahuan mereka tanpa adanya pembelajaran sosial emosional dan nilai-nilai kebajikan dalam diri mereka.


Dalam lahan kerja kita sebagai seorang pendidik yaitu sekolah, kita guru pasti akan berhadapan dengan permasalahan yang membutuhkan sebuah keputusan yang bisa menyelesaikan masalah tersebut. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang kita anut dalam suatu pengambilan keputusan dapat memberikan dampak pada lingkungan kita khususnya dampak terhadap peserta didik.


Keputusan merupakan tindakan yang akan memberikan sebuah perubahan, baik itu perubahan yang menuju ke arah yang baik maupun ke arah yang buruk. Keputusan juga merupakan sebuah langkah menuju tahapan kedewasaan berpikir yang bertanggung jawab.


Selain itu, keputusan bisa memberikan gambaran sebuah imajinasi yang dituangkan dalam sebuah realita. Keberanian dalam mengambil keputusan merupakan sebuah proses alami bagi para calon pemimpin yang siap menerima resiko dari apa yang diputuskan.


Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran merupakan sebuah cara dimana kita sebagai pemimpin pembelajaran harus memiliki kejelian, kepekaan dan analisis yang kuat dalam mengambil sebuah keputusan. Agar dapat membantu seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil sebuah keputusan maka perlu kita cermati tentang apa itu dilema etika dan bujukan moral.


Dalam diri seorang pemimpin pembelajaran, saat mengambil sebuah keputusan perlu adanya pemahaman apakah keputusan tersebut akan berdampak baik atau tidak, sehingga tidak mencederai perasaan individu maupun kelompok. Karena ketika kita menghadapi sebuah masalah yang melibatkan individu atau kelompok, kita perlu mengetahui apakah masalah/kasus tersebut masuk dalam Dilema Etika atau bujukan Moral.


Dilema Etika lebih dilihat dari sisi kemanusiaan karena apapun sebuah keputusan yang diambil sama-sama benar (Benar VS Benar). Lain halnya dengan bujukan Moral dimana keputusan yang diambil harus bisa menentukan kasus tersebut apakah benar atau salah (Benar VS Salah)


Pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran sangat tidak mudah karena kita harus melihat apakah keputusan itu berdampak pada murid, bisa dipertanggungjawabkan dan juga memiliki nilai-nilai kebajikan yang universal


Menjadi seorang pemimpin yang berpihak kepada murid, memiliki nilai-nilai universal dalam diri dan bertanggung jawab tentunya wajib memiliki kontribusi yang nyata di dalam kelas. Keputusan-keputusan yang berhubungan dengan dilema etika atau bujukan Moral harus bisa dipahami dengan jelas oleh seorang pemimpin pembelajaran. Dilema etika merupakan permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi oleh seorang pemimpin pembelajaran dalam lingkungan sekolah maupun dalam kelas. Setiap permasalahan yang dihadapi perlu adanya respon dan kontribusi yang total dari seorang pemimpin pembelajaran karena perlu adanya konsentrasi yang kuat untuk bisa menyelesaikan sebuah masalah dengan mengeluarkan sebuah keputusan.


Untuk memahami masalah yang dihadapi, seorang pemimpin pembelajaran tentunya harus memiliki Guidelines atau tahapan-tahapan yang jelas untuk mengambil sebuah keputusan. Dengan mengetahui tahap-tahap dalam mengambil keputusan, maka seorang pemimpin pembelajaran akan mengeluarkan keputusan yang berpihak pada peserta didik, bisa dipertanggungjawabkan dan memiliki nilai-nilai universal yang dipercaya.


Seorang pemimpin pembelajaran memiliki kontribusi yang sangat vital dalam mengambil sebuah keputusan karena keputusan tersebut akan memberikan arahan yang jelas untuk bisa diikuti oleh warga kelas, komunitas sekolah maupun arah pergerakan sekolah itu sendiri. Agar mampu mengambil sebuah keputusan secara sadar dan bertanggung jawab, seorang pemimpin pembelajaran harus bisa :

  1. Menilai dan memahami apakah situasi yang kita hadapi termasuk dilema etika atau bujukan moral.

  2. Mengidentifikasi jenis dilema etika tersebut berdasarkan 4 paradigma

  3. Memilih satu dari tiga prinsip pengambilan keputusan

  4. Menerapkan 9 Ingkah pengambilan dan pengujian keputusan dalam permasalahan yang dihadapi.

  5. Memastikan bahwa setiap keputusan yang dibuat berpihak pada murid, dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki nilai-nilai universal

  6. Meminta masukan dari rekan sejawat atau pihak yang lain tentang keputusan yang dibuat

  7. Mengambil pelajaran untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya


Ki Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.


Pada era teknologi informasi sekarang ini, kita sebagai seorang pendidik bukan hanya mengajarkan pengajaran yang berfaedah untuk kecakapan hidup melainkan juga berkewajiban menanam nilai-nilai universal yang membantu mereka meningkatkan sisi emosional mereka dalam hidup.


Pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi terus berkembang dan mulai mengancam sisi nilai moral yang selama ini dipegang oleh masyarakat. Akses internet dan informasi yang cepat memberikan efek domino pada perkembangan moral peserta didik. Kita ambil contoh seorang anak menipu orang tuanya demi bisa bermain game online atau anak yang dengan sadar mengakses situs kejahatan, kekerasan dan situs dewasa lainnya. Ada juga kasus tentang penggunaan bahasa yang tidak sopan dalam bersosial media.


Kasus-kasus di atas memberikan dampak akan munculnya berbagai macam persoalan pembelajaran pada diri murid maupun sebagian guru yang juga merupakan bagian dari komunitas sekolah sehingga pada akhirnya guru sering menghadapi masalah-masalah di sekolah yang mengandung unsur dilema etika dan bujukan moral. Hal ini membuat peran guru sangatlah sentral dalam proses pendidikan.


Ki Hajar Dewantara memiliki konsep sendiri tentang momong, among, dan ngemong yang kemudian dikembangkan menjadi tiga prinsip kepemimpinan KH Dewantara yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha ( di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa ( di tengah membangun kehendak atau niat), dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dorongan dan arahan)


Ing ngarso sung tulodo, berarti bahwa seorang pemimpin (guru) haruslah memberikan sauri tauladan yang baik bagi orang yang dipimpinnya. Guru harus selesai dengan dirinya sendiri yang kemudian ini terefleksikan dalam keteladanan setiap mengambil keputusan terhadap murid-murid dan orang-orang disekitarnya. Inilah prinsip pertama yang harus dimiliki oleh seorang guru. Keteladanan menjadi sebuah hal yang penting karena akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan orang-orang yang dipimpinnya terhadap dirinya.


Ing madya mangun karsa artinya guru (pemimpin) harus bisa bekerja sama dengan orang yang didiknya (murid). Sehingga pembelajaran yang dilakukan akan terasa mudah atau ringan dan akan semakin mempererat hubungan antara guru dengan murid, namun tidak melanggar etika jalur pendidikan. Dengan menerapkan ing madya mangun karsa, guru diharapkan mampu menjadi rekan sekaligus sebagai pengganti orang tua murid, sehingga guru mampu mengetahui kebutuhan belajar murid. Salah satu kebutuhan belajar murid adalah keterampilan mengambil keputusan. Karena itu dengan ing madya mangun karsa guru dapat melakukan coaching terhadap para muridnya dalam mengambil keputusan termasuk keputusan yang mengandung unsur dilema etika yang dihadapi para murid. Dengan demikian potensi murid menjadi lebih berkembang sehingga mampu mengambil keputusan-keputusan yang tepat bagi dirinya.


Tut wuri handayani yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk maju dan berkembang. Memberikan ilmu-ilmu dan bekal-bekal yang akan menambah wawasan dan kepintaran murid, guru tidak akan rugi. Inilah fungsi seorang guru sebagai coach dan motivator, ia mampu mendorong kinerja murid untuk terus berkembang dan maju serta mampu mengambil keputusan-keputusan yang tepat untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.


Menjadi seorang pemimpin pembelajaran mengambil sebuah keputusan atau kebijakan bukanlah sebuah perkara yang mudah. Dibutuhkan Intuisi, analisis dan kepercayaan diri yang kuat karena mau tidak mau akan ada yang akan mengkritisi kebijakan tersebut baik itu secara aturan maupun tidak.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang membuat sebuah keputusan haruslah sudah memiliki nilai-nilai universal yang sudah tertanam dalam dirinya sehingga apapun keputusan yang diambil sudah berlandaskan terhadap nilai-nilai tersebut.


Nilai-nilai kebajikan yang dipercayai yang sudah dilakukan secara pribadi oleh seorang pemimpin pembelajaran dalam kehidupannya sehari-hari akan memberikannya kekuatan atau keyakinan diri dimana dalam mengambil sebuah keputusan. Seorang pemimpin pembelajaran akan kembali melihat nilai-nilai kebajikan yang sudah dibuat dan dijalankan bersama warga sekolah atau warga kelas yang dididiknya untuk menjadi KEKUATAN untuk mengambil sebuah keputusan.


Nilai-nilai kebajikan bisa menjadi buku petunjuk bagi seorang pemimpin pembelajaran ketika mengambil sebuah keputusan meskipun keputusan tersebut tidak populis di mata mayoritas dalam komunitas.


Keputusan-keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran akan menjadi batu penjuru terhadap arah kegerakan komunitas belajar yang dipimpinnya. Selain itu, seorang pemimpin pembelajaran yang memiliki nilai-nilai kebaikan dalam diri akan menjadikan itu sebagai kunci untuk melakukan sebuah keputusan.


Kita sering melihat banyak kasus-kasus seorang pemimpin mengambil sebuah keputusan karena ada TEKANAN dan kepentingan dari mayoritas. Itu dikarenakan pemimpin tersebut tidak memiliki karakter diri yang kuat sehingga lebih mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan peserta didik.

Agar TEKANAN-TEKANAN tersebut tidak menggoyang keyakinan kita dalam mengambil keputusan, maka kuncinya adalah kembali kepada nilai-nilai kebajikan universal yang kita percayai sebagai salah satu pegangan hidup bagi seorang pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid.


Sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang berpihak pada kebahagiaan peserta didik, berkomunikasi dengan orang lain tidak selalu apa yang kita harapkan akan berjalan dengan lancar. Dalam perjalanannya akan ada saja hambatan yang datang dan seringkali hasil komunikasi tersebut tidak dapat memuaskan semua orang. Hal ini dapat terjadi karena sikap berkomunikasi yang berbeda satu sama lain, dan tidak semua orang dapat secara mudah mengungkapkan apa yang ada di benaknya dengan tepat. Kita perlu memahami tipe umum manusia berkomunikasi agar kita dapat memberikan respon yang tepat.


Apa yang kita inginkan atau yang kita sampaikan seringkali tidak dipahami atau salah pemahaman oleh orang yang kita ajak berkomunikasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil sebuah keputusan dari sebuah masalah tentunya selain menggunakan 4 paradigma, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 tahapan pengujian keputusan, juga memerlukan pendapat atau masukan-masukan dari orang lain. Masukan atau pendapat yang diberikan oleh orang lain bisa menjadi kekuatan bagi kita untuk lebih meyakinkan diri kita untuk mengambil keputusan tersebut.


Namun, kadangkala, apa yang kita pikirkan sering kurang dipahami atau salah pemahaman oleh orang yang kita ajak berkomunikasi sehingga kita memerlukan komunikasi asertif yang memberdayakan.


Seringkali kita berhadapan dengan orang yang ketika berbicara, mereka ingin kita bisa mengikuti apa yang mereka inginkan. Orang-orang seperti ini merupakan tipe orang-orang yang ingin mengontrol orang lain agar bisa mengikuti apa yang diinginkannya meskipun apa yang mereka inginkan tidak sesuai dengan nilai-nilai kebajikan yang sudah kita percayai dan kita jalankan dalam kehidupan kita bermasyarakat.


Di dalam Komunitas pembelajaran dalam hal ini siswa, guru dan seluruh warga sekolah pada umumnya pasti memiliki berbagai permasalahan seperti guru yang tidak bisa mengatasi siswa yang bandel atau murid-murid yang mengeluh terhadap tugas-tugas yang banyak dari setiap mata pelajaran.


Ada juga orang-orang yang ada di dalam komunitas atau lingkungan sekolah yang sering mencari-cari kesalahan dari setiap kebijakan yang dibuat oleh sekolah baik itu karena tidak sesuai dengan prinsip mereka atau karena tidak mengakomodir kebutuhan yang ada pada kelompok-kelompok kecil yang ada di lingkungan sekolah. Orang-orang yang sering mencari-cari kesalahan dari kebijakan yang dibuat sekolah yang harus bisa dirangkul oleh seorang pemimpin pembelajaran yang sudah memiliki nilai-nilai kebajikan yang universal.


Ada juga di dalam sebuah komunitas pembelajaran di sekolah terdapat kubuh-kubuh yang saling berkonflik, bertentangan atau berselisih paham. mereka sering beradu pendapat atau sering berargumentasi dalam pertemuan atau rapat.


Kondisi-kondisi seperti di atas perlu sosok penengah yang bisa meredam konflik tersebut sehingga tidak menyebar lebih luas. Ketika konflik itu datang maka perlu seorang pemimpin pembelajaran sebagai penengah untuk bersama-sama mencari jalan keluar.


Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, salah satu aspek terkuat yang harus dimiliki adalah menjadi seorang pendengar yang baik. Seorang pendengar yang baik dalam berkomunikasi itu yang disebut komunikasi asertif.


Pendekatan komunikasi asertif adalah seorang komunikator yang mampu memadukan gaya agresif dan pasif secara tepat manfaat. Bagi seorang pemimpin pembelajaran, komunikator asertif adalah sebuah kepercayaan diri dalam menyampaikan pendapat dan melihat bahwa status mereka sama sama-sama berhak untuk menyampaikan pendapat. Komunikasi asertif akan selalu mencari jalan tengah (win-win solution) dalam penyelesaian masalah. Seorang pemimpin pembelajaran yang baik akan berpendapat namun juga belajar mendengarkan pendapat orang lain dan selanjutnya akan mencari pendapat yang terbaik dan cepat untuk menyelesaikan masalah. Selain itu ada juga seorang pemimpin pembelajaran bisa melakukan sebuah tindakan proaktif dan ekspresif dalam menyampaikan pendapat sehingga pesan yang tersampaikan dengan jelas.


Secara umum asertif dapat berarti tegas namun dalam berkomunikasi makna asertif lebih dari itu. Saat kita berkomunikasi secara asertif kita dapat menyatakan apa yang menjadi kebutuhan kita tanpa kita merusak relasi kita dengan orang lain karena dalam komunikasi, terkandung makna jujur dan rasa hormat. Seorang pemimpin pembelajaran yang asertif lebih melihat ke dalam diri seseorang misalnya memahami perasaan dan tujuan dari sendiri dan lain-lainnya. Selain itu, bertanggung jawab terhadap apa yang dipikirkan, perilaku dan jujur menyajikan pesan verbal dan nonverbal secara konsisten Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik sangatlah penting kita untuk menjadi seorang komunikator yang asertif karenanya kita berlatih diri menjadi seorang komunikator yang asertif


Sebuah komunikasi terjadi dalam dua arah satu sebagai penyampai makna satu lagi sebagai penerima dalam proses. Dalam proses coaching, peran kita sebagai penerima pesan atau informasi sangat memainkan peranan penting.


Seperti yang sudah kita pelajari pada modul “Coaching” mendengar adalah sebuah kemampuan untuk menerima suara mendengar merupakan kegiatan pasif di mana saraf pendengaran kita merespon langsung terhadap stimulus eksternal. Mendengar merupakan proses yang berbeda dengan mendengarkan. Mendengarkan merupakan proses aktivasi saraf pendengaran yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan. Mendengarkan berarti memberikan perhatian bukan hanya pada cerita tetapi juga bagaimana cerita itu bisa kita terima secara verbal maupun non verbal. Mendengarkan memerlukan sebuah konsentrasi sehingga kita bisa membedakan bahwa mendengar tidak sama dengan mendengarkan. Mendengarkan merupakan sebuah keterampilan yang memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan kita terutama dalam menjaga sebuah relasi atau hubungan dan dalam kegiatan mendidik mendengarkan memperluas kegiatan mendengar karena kita menaruh fokus pada makna pesan yang disampaikan lawan bicara kita lewat bahasa lisan dan bahasa tubuh mereka dan bagaimana kita akan merespon.


Di dalam berkomunikasi, kita juga harus bisa memperhatikan hal-hal berikut:

  1. Ketika kita mendengar kita harus memberikan hormat pada pembawa pesan layaknya kita mendengarkan seorang raja yang sedang berbicara mendengarkan orang lain memberikan hormat dan memperhatikan Pesan yang disampaikan

  2. Dalam berkomunikasi dua arah, sang pendengar ataupun penyampai pesan harus bisa menggunakan kontak mata ketika mendengarkan. Itu artinya sebaiknya kita juga memandang wajah lawan bicara kita dan melakukan kontak mata saat mendengarkan. Kita perlu untuk menaruh fokus pada lawan bicara kita

  3. Mendengarkan dengan sebuah sebuah kesungguhan hati untuk melakukan komunikasi yang membantu lawan bicara kita. dengan membuka telinga, mata dan hati, maka kita sudah menjadikan kita sebagai pendengar yang baik karena kita berfokus pada isi pesan dan makna dari setiap pesan yang disampaikan.


Dari penjelasan di atas, kita bisa simpulkan bahwa mendengarkan adalah bagian dari sebuah proses komunikasi yang akan membangun relasi kita dengan orang lain karenanya kita perlu fokus mendengarkan lawan bicara kita. Dalam mendengarkan secara aktif, kita juga menghidupkan indra pendengar kita dan juga perasaan kita dimana kita merasakan apa yang dirasakan oleh si pembawa pesan. Mendengarkan aktif memerlukan komitmen diri untuk kita untuk terus mempertajam dan melatihnya sehingga kita mampu menjadi seorang komunikator yang memberdayakan.



Dari penjelasan yang panjang di atas, hubungan pengambilan keputusan dengan coaching sangatlah erat karena dengan menggunakan pendekatan coaching, pemimpin pembelajaran yang telah mendengar masalah dari kubu yang berselisih akan memberikan pertanyaan-pertanyaan pemantik dan memberikan kesempatan kepada kelompok yang bermasalah tersebut untuk menggunakan kelebihan-kelebihan yang mereka miliki agar bisa menyelesaikan masalah tersebut. Dengan “coaching” Seorang pemimpin pembelajaran tidak mengintervensi kedua belah pihak yang berkonflik tapi memberikan kesempatan kepada yang berkonflik untuk bisa menyelesaikan permasalah dengan cara kekeluargaan.


Setelah konflik yang ada telah diselesaikan, maka seorang pemimpin pembelajaran akan mengambil keputusan dari konflik tersebut sehingga bisa diterima dengan baik oleh kedua kelompok yang berselisih.


Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan


Seorang guru yang baik dan memiliki nilai-nilai kebajikan dalam diri juga harus diikuti oleh sisi emosional yang juga baik. Seorang guru yang memiliki sisi emosional yang baik akan mengambil keputusan yang baik yang bisa diterima dan bisa diikuti oleh semua warga belajar di sekolah.


Latihan bernafas, mindfulness dan budaya positif dalam diri merupakan beberapa aspek yang bisa digunakan oleh seorang guru dalam mengambil sebuah keputusan yang berpihak kepada murid.


Sering kita para guru menghadapi permasalahan di dalam lingkungan kerja dalam hal ini adalah sekolah. Memiliki tugas tambahan yang banyak, menghadapi siswa yang bandel dan menghadapi konflik antar sesama rekan sejawat merupakan kasus-kasus yang banyak kita temui dalam lingkungan belajar sekolah.


Oleh karenanya, sebagai seorang guru yang berpihak pada siswa harus bisa mengatasi masalah-masalah tersebut dengan menggunakan Latihan bernafas, mindfulness dan budaya positif.


Dari penjelasan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang berpihak pada murid. Karena di dalam pembelajarn sosial emosional kita diajarkan untuk bisa mengontrol diri dan memahami nilai-nilai kebajikan yang diyakini sehingga ketika mengambil sebuah keputusan, akan mengambil keputusan secara sadar dan bertanggung jawab.


Studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.


Masalah Moral dan etika merupakan permasalahan-permasalahan yang sering kita alami dalam dunia pendidikan. Masalah-masalah tersebut terjadi dikarenakan belum adanya atau tidak ada pemahaman mendasar tentang nilai-nilai kebajikan universal dalam diri mereka. Karena jika mereka memiliki Moral dan etika yang baik maka tentunya mereka tidak mungkin membuat hal-hal tidak yang baik.


Seorang pendidik harus memiliki tiga prinsip kepemimpinan yang diprakarsai oleh KH Dewantara yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha ( di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa ( di tengah membangun kehendak atau niat), dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dorongan dan arahan).


Tiga prinsip kepemimpinan seorang guru harus bisa dimaknai melalui konsep pendidikan di atas karena bagaimanapun seorang guru akan menjadi contoh bagi murid-muridnya.


Ketika ada kasus yang berfokus kepada masalah moral dan etika, kita sebagai guru harus bisa mengambil sebuah keputusan berdasarkan nilai-nilai yang sudah kita pegang dalam peran kita sebagai seorang pendidik. Nilai-nilai yang kita anut sebagai dasar mengambil keputusan akan memberikan dampak atmosfer yang positif pada diri kita.


Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.


Keputusan merupakan tindakan yang akan memberikan sebuah perubahan baik itu perubahan yang menuju ke arah yang baik-maupun buruk. Keputusan juga merupakan sebuah langkah menuju tahapan kedewasaan berpikir. Keputusan juga bisa memberikan gambaran sebuah imajinasi yang dituangkan dalam sebuah realita.

Keberanian dalam mengambil keputusan merupakan sebuah proses alami bagi para calon pemimpin yang siap menerima resiko dari apa yang diputuskan.

Menurut CGP, dalam perjalanan petualangan hidup kita, semuanya merupakan jalan kehidupan yang penuh dengan keputusan-keputusan yang akan bersumber pada:



1. Kontrol diri

Ketika kita mengambil sebuah keputusan, tubuh dan pikiran kita memberikan kita kesempatan untuk bisa mengontrol diri dari belenggu kekhawatiran. kekhawatiran merupakan hal yang lumrah dalam diri manusia sehingga bisa menjadi sebuah kecemasan berpikir yang bisa memberikan dampak pada sebuah hasil keputusan.

2. Menyadari diri

Menyadari diri merupakan sebuah posisi refleksi dalam menyadari keputusan yang akan diambil, menyadari diri memberikan peluang kepada kita untuk sadar terhadap diri dan juga tentang apa yang akan diputuskan. Memiliki kesadaran diri yang terpola dengan baik dalam diri akan memberikan kemampuan untuk berpikir jernih dan ter pola sehingga keputusan yang diambil akan memberikan efek yang positif baik dalam individu maupun kelompok.

3. Kemampuan diri

Kemampuan diri merupakan suatu dasar yang harus dimiliki oleh seorang yang bermimpi menjadi seorang pemimpin. Setiap pemimpin harus mengenali kemampuan diri yang dimilikinya. Kemampuan diri ini juga merupakan hal dasar dari segala inovasi-inovasi atau upgrade diri yang akan dilakukan. Dengan mengenal kemampuan diri sendiri kita akan bisa terbuka dengan segala banyak hal yang bisa membantu mengupgrade kemampuan diri agar pada saat seseorang diberi kesempatan untuk memimpin, keputusan yang diambil akan bermanfaat dan berguna bagi sekelompok besar anggota organisasi.

4. Kebahagiaan diri

Kebahagiaan diri merupakan Kunci utama dalam mengambil sebuah keputusan yang besar. Seorang pemimpin yang baik harus bisa menjaga sisi kebahagiaannya karena jika tidak ada kebahagiaan diri, maka keputusan-keputusan yang diambil merupakan keputusan yang berlandaskan kebahagiaan tanpa paksaan.


Dari 4 hal yang CGP buat dia atas, sangat berkorelasi dengan materi yang CGP dapat dalam modul ini.

Keberpihakan terhadap murid merupakan sebuah kewajiban yang perlu ada dalam diri dan batin setiap guru yang ingin mewujudkan profil pelajar pancasila yang dicita-citakan. Keberpihakan terhadap murid kita bukan saja tentang bagaimana kita membuat pembelajaran yang menyenangkan di dalam kelas namun juga. Menumbuhkan rasa kebahagiaan, kreativitas, keberanian dan juga nilai-nilai universal yang diyakini oleh dan disepakati bersama. Keberpihakan terhadap murid merupakan sebuah tanda dimana “MENGHAMBA” kepada murid menjadi kunci agar kita sebagai guru bisa memiliki peran yang lebih selain memberikan ilmu-ilmu sebagai bekal masa depan mereka.

Maksudnya adalah dengan keberpihakan kepada murid memberikan keyakinan kepada kita guru bahwa pendidikan merupakan sebuah ruang dimana terjadinya komunikasi yang membangun kejujuran, kreativitas, keberanian dan tanggung jawab.

Apa yang disampaikan oleh CGP selaras dengan kutipan

Georg Wilhelm Friedrich Hegel yaitu Education is the art of making man ethical. (Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia) menjadi berperilaku etis.

Kutipan dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel, CGP bisa menggambarkan bahwa pendidikan itu merupakan sebuah aktivitas yang harus menyenangkan, imajinatif, kreatif dan terbuka (terbuka dalam pemikiran serta perkembangan), yang membuat pendidikan tersebut memiliki cita rasa seni yang tinggi.

Pendidikan itu juga bisa kita ibaratkan sebagai sebuah permainan orkestra dimana pemimpin orkestra memiliki peran penting dalam mengharmonisasi setiap alat musik yang dimainkannya. Pemimpin sebuah Orkestra harus mampu mengetahui setiap kelebihan dari alat-alat musik yang dimainkan, bagaimana mengkolaborasikannya dengan alat musik yang lain sehingga bisa memberikan hiburan yang layak bagi para penikmat seni yaitu masyarakat.

Dengan tujuan agar para peserta didik berperilaku etis baik dalam maupun diluar lingkungan sekolah maka perlu adanya guideline/panduan yaitu nilai-nilai universal yang harus dipegang oleh mereka penerus masa depan bangsa.

Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran merupakan sebuah cara dimana kita sebagai pemimpin pembelajaran harus memiliki kejelian, kepekaan dan analisis yang kuat dalam mengambil sebuah keputusan.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid, keputusan-keputusan tersebut haruslah bermuara pada kebahagian peserta didik.

Dalam pengambilan sebuah keputusan, seorang pemimpin pembelajaran harus bisa melihat 3 aspek utama yaitu:

  1. Sebuah keputusan harus bisa dipertanggungjawabkan

  2. Keputusan yang diambil harus berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan universal

  3. keputusan tersebut harus berdampak keberpihakan terhadap murid

Selain itu, pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus memiliki keberanian yang besar dalam menentukan arah kebijakan yang akan dibuat.

Agar dapat membantu seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil sebuah keputusan maka perlu kita cermati tentang apa itu dilema etika dan bujukan moral.

Dalam diri seorang pemimpin pembelajaran saat mengambil sebuah keputusan perlu adanya pemahaman apakah keputusan tersebut akan berdampak baik atau tidak, sehingga tidak mencederai perasaan individu maupun kelompok/

Karena ketika kita menghadapi sebuah masalah yang melibatkan individu atau kelompok, kita perlu mengetahui apakah masalah/kasus tersebut masuk dalam Dilema Etika atau bujukan Moral.

Dilema Etika lebih dilihat dari sisi kemanusiaan karena apapun sebuah keputusan yang diambil sama-sama benar (Benar VS Benar). Lain halnya dengan bujukan Moral dimana keputusan yang diambil harus bisa menentukan kasus tersebut apakah benar atau salah (Benar VS Salah)

Bujukan Moral bisa kita lihat merupakan ciri kasus yang dimana bisa dengan cepat seorang pemimpin pembelajaran mengambil sebuah keputusan dengan melihat (regulasi atau peraturan yang ada).

Dilema Etika merupakan kasus yang bisa dilihat sedikit lebih rumit ketimbang bujukan moral karena dalam kasus dilema etika, seorang pemimpin pembelajaran harus mampu melihat kasus tersebut secara mendalam dan menganalisis kasus tersebut secara positif.

Karena apapun keputusan yang diambil adalah benar (Benar jika kita mengambil keputusan yang ini dan benar juga jika kita mengambil keputusan itu)

Namun sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang baik, sebelum memutuskan sebuah kasus dilema etika perlu adanya analisis dari berbagai paradigma mengambil keputusan, prinsip dalam mengambil keputusan dan juga melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kasus dilema etika memerlukan analisis yang baik dari seorang pemimpin pembelajaran maka seorang pemimpin pembelajaran memerlukan sisi emosional yang baik. Sisi emosional bisa dipelajari dengan melakukan mindfulness dan melakukan latihan pernapasan sehingga keputusan yang diambil benar-benar bisa dipertanggungjawabkan yang memiliki nilai-nilai universal yang diyakini.

Dari penjelasan di atas CGP bisa mengambil kesimpulan bahwa pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, tepat, bertanggung jawab, dan memiliki nilai-nilai kebajikan universal tentunya akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.


Apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?



Secara umum setiap lingkungan memiliki karakter dan kesulitan yang berbeda-beda. Sama halnya dengan lingkungan sekolah tentunya memiliki nilai-nilai yang mereka yakini dan mereka jalankan. Pertanyaan besarnya adalah apakah nilai-nilai yang mereka yakini merupakan nilai-nilai kebajikan universal yang bisa diterima di seluruh dunia atau tidak?


Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh seorang pemimpin pembelajaran adalah bagaimana merubah pola pikir lingkungan kerja kita sehingga memiliki nilai-nilai kebajikan universal karena seperti yang sudah disampaikan di atas bahwa setiap lingkungan pasti memiliki nilai-nilai yang sudah dipegang terus menerus yang akan memberikan kesulitan tersendiri bagi seorang pemimpin pembelajaran ketika memasukkan nilai-nilai universal yang dapat merubah Irama dan mengganggu ZONA NYAMAN yang sudah mereka anut selama ini.


Merubah Irama dan Zona nyaman yang dimaksud disini adalah belum adanya kesamaan pemahaman tentang dilema etika dan bujukan moral dan juga nilai-nilai universal yang sama. Setiap individu dalam komunitas masih memegang nilai-nilai personal yang mereka yakini itu benar sehingga mereka tetap pada irama dan zona nyaman yang mereka yakini.

Kesulitan selanjutnya adalah budaya positif belum menjadi primadona dalam lingkungan sekolah. Hal ini terjadi karena budaya dan kebiasaan yang sudah mereka anut selama ini jika mereka rubah dan mengikuti Nilai-Nilai kebajikan universal maka akan mengganggu irama dan zona nyaman yang sudah mereka nikmati selama ini. Mereka terkesan untuk menutup diri terhadap sebuah perubahan-perubahan yang positif demi perkembangan diri murid,guru dan lingkungan sekolah yang lebih baik.

Masalah tersebut diatas memerlukan sosialisasi yang wajib dilakukan terus menerus kepada warga sekolah tentang dilema etika dan bujukan moral Serta 4 paradigma 3 prinsip berpikir dan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan. Dan CGP bisa menerapkannya di sekolah dan sebagai teladan.

Selain itu kesulitan-kesulitan yang dialami di lingkungan sekolah pada umumnya juga tentang mengambil keputusan yang bisa merubah irama dan zona nyaman mereka.


Kesulitan /kendala lainnya adalah bersumber pada pengambil keputusan, di mana dalam mengambil keputusan tidak melibatkan guru atau warga sekolah lainnya, sering terjadi perbedaan pandangan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang mempersulit tercapainya kesepakatan, dan sering dalam pengambilan keputusan tersebut , kita tidak mempunyai pilihan yang lain karena aturan yang ada pada pimpinan/ sekolah,, adanya nilai-nilai kesetiakawanan yang masih kental dalam budaya di lingkungan menimbulkan rasa kasihan lebih dominan dan terburu-buru dalam pengambilan keputusan

Kesulitan-kesulitan di atas selalu kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan sekolah. Apakah ingin keluar dari zona atau tidak karena ketika kita masih berada di zona nyaman, kita tidak akan bisa membuka diri untuk menerima hal-hal baru yang bisa membuat perubahan dalam lingkungan sekolah.

Seorang guru atau pemimpin pembelajaran yang sudah memahami 4 paradigma, 3 prinsip pengambilan keputusan da 9 tahap pengujian tentunya tidak terburu-buru dalam mengambil sebuah keputusan. Diperlukan sebuah analisis yang tajam dengan melihat dampak jangka pendek dan jangka panjang dari sebuah keputusan yang diambil.

Keputusan yang berpihak pada murid, bertanggung jawab dan memiliki nilai-nilai kebajikan universal harus terus diingat, melekat dan diimplementasikan dalam lingkungan sekolah karena setiap keputusan yang memiliki hal-hal di atas pastilah bertujuan untuk memerdekakan dan membahagiakan peserta didik kita menuju profil pelajar pancasila yang diharapkan.

Pengambilan keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya.

Kemerdekaan dan kebahagiaan peserta didik merupakan dasar utama seorang pemimpin pembelajaran mengambil sebuah keputusan.

Keputusan-keputusan yang dibuat haruslah mewakili nilai-nilai universal yang telah diyakini dapat membuat perubahan yang baik terhadap lingkungan sekolah, guru dan terkhusus untuk siswa-siswi kita para calon pemegang estafet kemajuan bangsa.

Keputusan yang kreatif, inovatif serta bertanggung jawab dapat memberikan dampak yang nyata bagi perkembangan ilmu dan budi pekerti peserta didik.

Seperti yang sudah kita pelajari bersama bahwa dengan menggunakan 4 paradigma, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 tahap pengujian pengambilan keputusan maka seorang pemimpin pembelajaran akan dengan percaya diri memutuskan sebuah keputusan yang bermuara pada kebahagiaan dan kemerdekaan peserta didik.

Berbicara tentang masa depan murid-murid tidak terlepas dari peran guru dalam pengambilan keputusan yang berpihak pada mereka. Karena setiap keputusan yang diambil akan memberikan dampak jangka pendek dan jangka panjang dari perkembangan peserta didik di sekolah.

Keputusan-keputusan yang berpihak pada murid akan memberikan kebahagiaan tersendiri bagi peserta didik dalam rangka mengejar masa depan mereka.

Nilai-nilai universal melalui budaya positif di sekolah yang sudah kita tanamkan secara dini kepada mereka akan menjadi bekal yang sangat berharga bagi masa depan mereka karena bekal yang mereka miliki untuk mengejar masa depan mereka bukan hanya ilmu, melainkan karakter profil pelajar pancasila yang mereka dapatkan dari nilai-nilai kebajikan yang mereka jalankan terus menerus dalam kehidupan mereka.

Kita kembali kepada 3 prinsip dasar dari kepemimpinan seorang guru berdasarkan filosofi yang dibawa oleh Ki Hajar Dewantara. Untuk menjadi seorang pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid pertama-tama harus bisa mengambil keputusan dari dalam diri untuk bisa menjadi seorang pendidik memiliki yang memiliki tiga prinsip kepemimpinan yang diprakarsai oleh KH Dewantara yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha ( di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa ( di tengah membangun kehendak atau niat), dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberikan dorongan dan arahan).

Tiga prinsip tersebut di atas merupakan dasar kita sebagai guru yang bisa dicontoh oleh para peserta didik.

Selanjutnya sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus mengambil keputusan untuk bisa mandiri, reflektif, kreatif, kolaboratif sehingga ada keberpihakan terhadap peserta didik.

Selain itu, dalam melaksanakan proses Pendidikan, seorang pendidik harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan dengan baik maka keterampilan coaching akan membantu kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan pertanyaan- pertanyaan untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan.

Keterampilan coaching ini dapat membantu murid dalam mencari solusi atas masalahnya sendiri tidak sebatas pada murid, keterampilan coaching dapat diterapkan pada rekan sejawat atau komunitas terkait permasalahan yang dialami dalam proses pembelajaran. Selain itu diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) untuk mengambil keputusan dan proses pengambilan keputusan diharapkan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindfulness), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.

Salam dan Bahagia

Comments


Komentar

Share Your ThoughtsBe the first to write a comment.
bottom of page