top of page

Contoh Jurnal Refleksi Minggu kedelapan (8) Pendidikan Calon Guru Penggerak

Tidak terasa penulis telah memasuki pendidikan calon guru penggerak selama dua bulan lebih. Banyak hal-hal baru yang telah penulis lewati selama 2 bulan lebih ini. Setelah mempelajari modul 1.1, 1.2, dan 1.3, tentunya saat ini penuli sudah mempelajari, mendalami, memahami serta mengaplikasikan bahwa sebagai pendidik, kita diibaratkan sebagai seorang petani yang memiliki peranan penting untuk menjadikan tanamannya tumbuh subur. Sorang petani akan memastikan bahwa Setiap "Jengkal" tanah tempat tumbuhnya tanaman adalah tanah yang cocok untuk ditanami dan bisa menumbuhkan tanaman yang memiliki kualitas hasil yang bisa dibanggakan.

Seperti Kutipan Ki Hajar Dewantara yang diambil dari (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937) mengatakan bahwa“Dalam hakikatnya seorang duru kewajibannya hampir sama dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.”


Dari uraian di atas, penulis mulai memahami bahwa sekolah diibaratkan sebagai lahan tanah tempat bercocok tanam yang harus dirawat setiap jengkalnya sehingga guru/pendidik harus mengusahakan sekolah jadi lingkungan/lahan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi tanama/murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian, karakter murid/tanaman akan tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, murid/tanaman yang tadinya malas/layu menjadi semangat/daunnya tumbuh kembali, bukan kebalikannya. Murid/tanaman akan mampu menerima dan menyerap sumber makanan seperti air dan matahari/ suatu pembelajaran bila lingkungan/lahan di sekelilingnya terasa aman dan nyaman. Selama seseorang/tanaman merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran/tumbuhnya tanaman akan sulit terjadi.


Pada pertemuan minggu ini para calon guru penggerak diajak untuk:

1. Membca tahapan pendahuluan secara urut mulai atas hingga terakhir.

2. Membaca dan menjawab pertanyaan yang ada di LMS 1.4.a.3 mulai halaman 1 sampai halaman 9

3. Jawab semua pertanyaan yang ada disetiap halaman 4 pertanyaan , 2 harapan, dan 1 ekpektasi

4. Menjawab semua pertanyaa - pertanyaan sesuai halaman.

Tujuannya dari pembelajaran minggu ini adalah para calon guru penggerak bisa mengaktifkan pengetahuan awal tentang dan apa yang telah dipelajari sebelumnya tentang konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dihubungkan dengan konsep budaya dan lingkungan positif di sekolah.


Pada awal pertemuan minggu ini, Para CGP diarahkan untuk melakukan refleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang urgensi dari menciptakan suasana positif di lingkungan sekolah Anda.

Dikutip dari https://www.acehtrend.com/2021/02/15/urgensi-lingkungan-pendidikan-positif-bagi-siswa/ Urgensi dari menciptakan suasana positif di lingkungan sekolah adalah Salah satu upaya untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang positif. Lingkungan pendidikan yang positif merupakan salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran. Dalam lingkungan pendidikan yang positif, hubungan yang sehat antara siswa dengan guru dan teman-temannya akan terjalin. Siswa akan ke sekolah dengan perasaan senang karena setiap harinya akan bertemu dengan guru dan teman-temannya. Dari penjelasan di atas, penulis bisa menyimpulkan bahwa dengan adanya lingkungan yang positif dalam sekolah, peserta didik akan merasa nyaman dan akan menunjukkan kemampuan terbaik mereka dalam mengembangkan bakat dan minat mereka agar terus terasah. Dengan adanya lingkungan yang baik dalam sekolah, akan ada komunikasi yang baik juga antara siswa dan guru serta antar siswa itu sendiri sehingga akan terjadi kolaborasi yang baik antara warga sekolah. Dengan Kata lain kita sebagai seorang pendidik ketika ingin malakukan "budaya positif" di sekolah harus diikuti dengan keteladanan positif dari dalam diri sendiri agar diikuti oleh setiap warga sekolah.

untuk menciptakan suasana positif di lingkungan sekolah, kita sebagai seorang pendidik, kita dapat menciptakan suasana positif di lingkungan sekolah dengan memberikan arahan penuh hormat dan empati, beri kesempatan siswa untuk memperbaiki kesalahan, memberi dukungan dan apresiasi kepada siswa dan yang paling utama kita harus memandang anak sebagai subyek bukan sebagai obyek. (Seprianus Bantaika

Siswa juga harus dihargai dan dihormati meskipun memiliki karakteristik berbeda. Keanekaragaman inilah yang membentuk keunikan dari masing-masing siswa. Setiap siswa patut untuk diperlakukan sama tanpa adanya tindakan diskriminatif meskipun memiliki keragamannya masing-masing. Siswa dapat belajar dengan tenang, siswa harus merasa aman baik secara fisik maupun psikologis. Siswa harus bebas dari segala bentuk tekanan yang menghalangi kebebasannya untuk mengekspresikan diri.


Selain itu, kita guru adalah orang tua kedua di sekolah sehingga harus mengerti kondisi anak apa adanya dengan kedekatan selayaknya. Sedangkan teman-temannya di sekolah layaknya saudara bagi siswa. Kedekatan dapat terbentuk ketika adanya sikap saling menghargai, memahami, dan saling mendukung satu sama lain. Lebih lanjut, Sebagai guru, CGP3 harus bisa memosisikan diri sebagai manager di kelas dan bisa menjadi coach untuk murid.


Hubungan antara menciptakan suasana yang positif dengan proses pembelajaran yang berpihak pada murid bisa terjadi jika kita guru bisa mendukung tumbuh kembang anak, memahami kharakteristik dan kebutuhan anak, mendisiplinkan anak tanpa ancaman merupakan suasana positif yang terimplisit didalamnya proses pembelajaran yang berpihak pada murid. Karena suasana tersebut menggambarkan pembelajaran yang berpihak pada murid. Dengan kata lain suasana positif itu menciptakan pembelajaran berpihak pada murid.


Lebih lanjut, adanya suasana sekolah yang positif akan membuat siswa merasa nyaman dan tentram serta memiliki semangat untuk belajar. Siswa diberi kesempatan untuk berkreasi sesuai kodratnya tanpa intimidasi dari guru atau pihak manapun. Hal ini sebagai pendukung proses pembelajaran yang berpihak pada murid. Penekanannya adalah membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif untuk mempromosikan perilaku yang baik.


Selain itu, Dengan adanya suasana yang positif dalam proses pembelajaran, maka akan ada suasana atau aura yang bahagia yang bisa terpancar dari dalam diri peserta didik. Dengan adanya suasana yang positif, kita bisa mengajarkan siswa untuk tampil dengan kekuatan yang mereka miliki sehingga mereka akan mengoptimalkan kemampuan yang mereka punya tanpa ada keraguan atau takut salah. Dengan suasana positif yang kita bawa dalam kelas, maka akan ada hal-hal positif dari kegiatan pembelajaran tersebut seperti siswa dengan berani menyampaikan pendapat mereka tentang suatu materi atau bisa mengkreasikan sesuatu yang orisinil. Dengan adanya suasana yang positif maka segala hal yang dilakukan akan menghasilkan sebuah kebahagiaan yanga akan dirasakan oleh para peserta didik.


Penerapan disiplin saat ini di sekolah tempat penulis tempati belum tertata dengan baik. Agar kedisiplinan di sekolah bisa dikembangkan ke arah yang lebih baik maka dibutuhkan kerja sama atau kolaborasi dari setiap warga sekolah. Dengan adanya kolaborasi dari setiap warga sekolah, maka akan ada kerja sama yang baik sehingga kedisiplina di sekolah kembali ditingkatkan. Namun agar tercapainya kedisiplinan di sekolah, perlu juga adanya rasa saling menghargai dan menghormati untuk membangun lingkungan sekolah yang posiitif yang mengedepankan keberpihakan pada murid.


Untuk mencapai budaya yang positif, tentunya ada harapan-harapan yang ingin penulis lihat berkembang pada diri penulis, sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini adalah terus belajar hal-hal yang bisa dipakai dalam keberpihakan ke peserta didik serta terus mengembangkan kompetensi diri sebagai seorang guru. Dengan terus belajar, penulis akan mendapatkan banyak referensi yang bisa dipakai untuk pembelajaran yang berpihak pada kebahagiaan peserta didik. selain itu penulis juga ingin tetap semangat melakukan perubahan, terus menumbuhkan budaya positif disekolah. Penulis juga berharap agar bisa menjadi sahabat terbaik bagi anak, dan dapat menerapkan budaya positif di sekolah sehingga dapat memberikan dampak yang baik bagi pembelajaran di sekolah.



Setelah melihat harapan-harapan yang terjadi pada diri sendiri tentunya sebagai seorang guru mengharapkan hal-hal yang ingin penulsi lihat berkembang pada murid-murid setelah mempelajari modul ini harapnnya adalah Berpikiran Positif, Menghargai kemampuan atau talenta yang dimiliki diri sendiri maupun orang lain, saling menghormati dan menghargai perbedaan sert mampu berkolaborasi dengan orang lain.


Penulis berharap kegiatan, materi, manfaat yang ada dalam modul bisa membantu penulis mendapatkan ilmu serta pengalaman yang baru tentang bagaimana menjadikan lingkungan sekolah menjadi lingkungan positif yang kedepannya akan menjadi sebuah budaya positif yang bisa diimplementasikan oleh seluruh warga sekolah untuk mengedepankan keberpihakan kepada kebahagiaan peserta didik.


Setelah mempelajari modul mulai dari diri tentang Budaya positif, Para CGP diajak untuk mengeksplorasi budaya positif. Dalam mengeksplorasi budaya positif.

Eksplorasi konsep untuk Budaya positif terdiri dari beberapa bagian yaitu.

2.1. Perubahan Paradigma -Stimulus Respon lawan Teori Kontrol

CGP dapat memahami miskonsepsi tentang kontrol dan selanjutnya mengadakan perubahan paradigma stimulus-respon menjadi teori kontrol. CGP juga melakukan refleksi atas penerapan praktik disiplin yang dijalankan di sekolahnya.

2.2. Arti Disiplin dan 3 Motivasi Perilaku Manusia

CGP dapat memahami konsep disiplin positif dihubungkan dengan teori motivasi perilaku manusia, serta konsep motivasi internal dan eksternal.

2.3. Keyakinan Kelas, Hukuman dan Penghargaan

CGP dapat memahami pentingnya memiliki keyakinan kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas, yang pada akhirnya akan menciptakan budaya positif.

2.4. Lima (5) Kebutuhan Dasar Manusia

CGP memahami bahwa setiap tindakan murid dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yang berbeda-beda dan agar menjadi individu yang selamat dan bahagia, kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif. CGP memahami bahwa kebutuhan dasar dapat dipenuhi dengan cara positif atau negatif oleh karena itu peran guru adalah memberdayakan anak agar dapat memenuhi kebutuhannya secara positif.

2.5 Lima (5) Posisi Kontrol

CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk murid-muridnya. CGP dapat mengetahui dan menerapkan disiplin restitusi di posisi Monitor dan Manajer agar dapat menciptakan lingkungan positif, aman, dan nyaman dan dapat menghasilkan murid-murid yang lebih mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab.

2.6 - Segitiga Restitusi

CGP memahami dan menerapkan restitusi melalui tahapan dalam segitiga restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah agar menjadi murid merdeka.


Dalam mempelajari perubahan paradigma tentang budaya positif di sekolah CGP diharapkan agar dapat memahami miskonsepsi tentang kontrol dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser, dapat memahami dan menerapkan perubahan paradigma stimulus-respon menjadi teori kontrol dapat bersikap kritis, reflektif, dan terbuka dalam menganalisis perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol.


Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Salah satu strategi yang perlu ditinjau ulang adalah bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di sekolah-sekolah kita. Pembahasan disiplin kali ini akan meninjau teori yang dikemukakan oleh Diane Gossen. Sebelum kita gali lebih lanjut tentang teori Disiplin Restitusi dari Diane Gossen, mari menyamakan model berpikir kita tentang disiplin itu sendiri. Lazimnya disiplin dikaitkan dengan kontrol. Dalam hal ini kontrol guru dalam menghadapi murid. Di bawah ini adalah paparan Dr. William Glasser dalam Control Theory, untuk meluruskan berapa miskonsepsi tentang kontrol:


Ilusi guru mengontrol murid. Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya kita sedang mengontrol perilaku murid tersebut, hal ini karena murid tersebut sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai


Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat. Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya dan mencoba untuk menolak bujukan kita, atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.


Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter. Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk mengidentifikasi bahwa mereka melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan suara halus untuk menyampaikan pesan negatif.


Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa. Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk. Cara bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa, “..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”. Selanjutnya, untuk lebih memperdalam pemahaman CGP mengenai Konsep Disiplin Positif dan Motivasi CGP diminta untuk dapat memahami:

  1. konsep disiplin positif dihubungkan dengan teori motivasi perilaku manusia.

  2. Dapat memahami konsep teori motivasi manusia dihubungkan dengan konsep motivasi internal dan eksternal.

  3. Dapat bersikap reflektif, kritis, kreatif, dan terbuka dalam menganalisis motivasi yang dimiliki oleh CGP sendiri menurut teori motivasi perilaku manusia.

Konsep disiplin positif dan motivasi bisa kita dapatkan jika kita sudah mempelajari, mendalami serta mempraktekan teladan yang baik dimulai dari pribadi sendiri dengan membangun kemauan serta memberi dorongan. lebih lanjut, disiplin harus tumbuh dari dalam diri seseorang (motivasi intrinsik). Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi dalam diri anak-anak yaitu menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya dan kita membutuhkan komitmen untuk mewujudkannya. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai guru untuk menanamkan disiplin positif yang positif ini kepada murid-murid kita? Itu kembali pada diri kita untuk terus memotivasi diri menjadi contoh teladan bagi anak didik kita. Berbicara tentang Motivasi, tentunya penulis punya motivasi untuk mengikuti program CGP ini. Motivasi pertama mengapa penulis mengikuti seleksi Calon Guru Penggerak tidak lain adalah tawaran perubahan pendidikan yang dibawa oleh Mas Nadim. Penulis melihat ada sesuatu yang menarik yang ingin dilakukan oleh mas Makarim dalam dunia pendidikan kita. Oleh karena itu ketika penulis mendapatkan kesempatan untuk bergabung dalam pengembangan dunia pendidikan dalam Kelompok CGP, penulis merasa mungkin ini adalah jalan untuk bisa turut andil atau turut mengambil bagian dalam program perubahan pendidikan ke arah yang lebih baik. Meskipun dampak yang penulis berikan nanti kecil namun penulis yakin dengan niat tulus maka akan ada secercah harapan perubahan pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik. Hal yang kedua adalah penulis ingin mempelajari hal-hal baru yang selama ini tidak penulis miliki sehingga mampu meningkatkan pengetahuan penulis tentang esensi pendidikan. Hal yang ke-3 adalah penulis ingin bertemu dan belajar hal-hal baru dari orang-orang hebat yang ingin adanya perubahan di dunia pendidikan kita. Sebagai CGP, selama kurang lebih 3 bulan ini ditempa dengan berbagai macam materi penulis mulai sadar bahwa ada banyak dampak yang penulis dapatkan baik itu secara pribadi maupun sebagai seorang guru. Pola pikir penulis benar-benar dicuci kembali bagaimana esensi pendidikan sebenarnya. Sebagai seorang guru, saat hadir mengajar di kelas tepat waktu, tentunya memilik motovasi tersembunyi di balik itu. Motovasi penulis adalah tidak ingin ditegur oleh pimpinan dalam hal ini kepala sekolah, termasuk juga menghindari rasa malu apabila mendapat teguran langsung maupun tidak langsung. Tentang merhargai waktu, jujur itu adlah hal yang penulis gumuli untuk lebih menghargai waktu. Namun, Sebagai seorang guru , datang tepat waktu dan mengajar tepat waktu adalah hal yang menjadi teladan yang baik untuk murid. disiplin positif harus diberlakukan kepada murid tetapi harus lebih dulu di mulai dari diri kita sebagai pemimpin. Namun, Bila di sekolah tidak ada peraturan yang mengharuskan guru datang tepat waktu dan tidak ada surat teguran bagi guru yang datang terlambat, dan tidak ada atasan yang memuji Anda, pertanyaanya apakah kita akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda? Jujur selama pembelajaran di kelas sebelum adanya Covid-19 jadwal mengajar saya selalu siang oleh karena itu hal tentanh disiplin waktu saya bisa mengaturnya karena saya mempunyai kesempatan tidak terlambat lebih besar dari pada jadwal mengjar pagi. Selain itu juga sebagai seorang guru honorer, kami tidak selalu dipaksakan untuk datang pagi. Kami hanya diminta tepat waktu saja jika memiliki jam pelajaran tersebut. Tapi setelah mengikuti Pendidikan CGP ini, saya mulai belajar tentang sebuah nilai mandiri untuk belajar disiplin dam banyak hal terutama disiplin waktu. Dengan mempunyai nilai mandiri dalm hal disiplin waktu maka kita secara tidak sadar juga memberikan contoh yang baik pada peserta didik. Bila di sekolah tidak ada peraturan yang mengharuskan guru datang tepat waktu dan tidak ada surat teguran bagi guru yang datang terlambat maka yang akan saya lakukan adalah tetap hadir dan berusaha untuk tepat waktu agar bisa menjadi contoh sebagai seorang guru. Selain itu dengan belajar tepat waktu, kita memiliki banyak waktu juga bersama dengan peserta didik kita untuk bisa belajar bersama. Berbicara tentang motivasi, tentunya siswa juga memiliki motivasi yang saat ini mendasari perilaku murid-murid di sekolah adalah agar mendapat pujian serta mendapatkan nilai disiplin yang baik oleh guru. Secara sadar perilaku yang ada dalam diri murid yaitu banyak yang ingin di puji atas apa yang mereka lakukan dengan hal baik itu, dan juga ada rasa takut karena kurang disiplin sehingga takut ditegur. Motivasi tersebut seturut dengan jiwa anak, mereka senang apabila perilaku baik yang mereka lakukan mendapat apresiasi dari guru. tidak terlepas pula dari rasa takut dan malu mereka apabila ditegur karena terlambat. Untuk menanamkan disiplin positif pada murid-murid tentunya kita para guru perlu memiliki untuk dierapkan dan mengarapakan ada hasil dari strategi tersebut. Strategi yang penulis lakukan adalah memulai dari diri sendiri dengan memberikan contoh tepat waktu dalam pembelajaran di kelas. Strategi yang ke-2 adalah selalu memotivasi mereka di dalam group WA agar terus disipli dalam belajar dan tentunya disiplin dalam pembelajaran di kelas. Strategi selanjutnya adalah melakukan Kesepakatan kelas dengan para siswa. Dengan adanya kesepakatan kelas maka akan ada hal-hal dasar yang wajib dilaksanakn bersama sesuai dengan kesepakatan bersama. Dengan adanya kesepakatan bersama, maka akan ada tanggung jawab agar kesepakatan tersebut bisa dijalankan dengan baik tanpa adanya harapan untuk dipuji atau disukai. Kita juga bisa memberikan apresiasi pada setiap pencapaian siswa, mengajarkan cara penyampaian yang baik dan benar (hindari penggunaan kata-kata yang bersifat negatif), membangun nilai kedisiplinan pada siswa tanpa kekerasan dan ancaman, membangun sikap tolong - menolong dan memberikan contoh/teladan baik bagi siswa. Kita juga bisa bersikap tegas, menanamkan rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, berikan apresiasi untuk siswa. Hal ini dapat menambah semangat belajar siswa dan siswa juga semakin bertanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap tugas yang diberikan. Dari penjelasan serta jawaban di atas, kita guru tentunya ingin berusaha agar menanamkan Nilai-nilai kebajikan pada murid-murid di kelas dan sekolah. Nilai-nilai yang ingin penulis harapkan akan ada dalam murid-murid penulis adalah: Mandiri, nilai Saling menghargai, nilai saling mengapresiasi, nilai saling menolong, Nilai Plurarisme, nilai nasionalisme serta nilai kolaborasi. Setiap tindakan atau perilaku yang kita lakukan di dalam kelas dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan positif. Perilaku warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Untuk terbentuknya budaya positif pertama-tama perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas. Hal ini berkaitan dengan modul 1.2 dan modul 1.3 yang membahas tentang nilai-nilai kebajikan dan visi sebuah sekolah yang perlu ada untuk menentukan arah tujuan dari sebuah institusi/sekolah. Penyatuan pemikiran untuk mendapatkan nilai-nilai kebajikan serta visi sekolah tersebut kemudian diturunkan di kelas-kelas menjadi keyakinan kelas yang disepakati bersama.

  1. Mengapa Keyakinan Kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja? karena Keyakinan kelas bernilai sangat positif dan menciptakan budaya positip. sedangkan peraturan dapat menciptakan budaya tidak jujur. Misalnya siswa mengerjakan PR karena takut dengan guru. Padahal mungkin bukan dia yang kerjakan.

  2. Mengapa adanya Keyakinan Kelas penting untuk terbentuknya sebuah budaya positif? karena Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’dan berbentuk pertanyaan-pertanyaan universal

  3. Bagaimana mewujudkan sebuah Keyakinan Kelas yang efektif? menerapkan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama.

Lebih lanjut, suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu.

Setelah mempelajari tentang keyakinan kelas, Para CGP 5 (lima) poin yang berisi pernyataan atau penemuan tentang ‘Dihukum oleh Penghargaan. Setelah membaca 5 (lima) poin yang berisi pernyataan atau penemuan tentang ‘Dihukum oleh Penghargaan’, para CGP diminta untuk memilih salah satu POIN yang berisi pernyataan atau cerita yang paling menarik atau menantang. Selanjutnya CGP diminta untuk menulis tanggapan terhadap pernyataan yang dipilih tersebut, kemudian memberikan minimal 2 tanggapan atas jawaban/tanggapan rekan CG lain.


"Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang" Saya rasa tidak perlu adanya penghargaan dari apa yang telah dicapai. Karena dengan penghargaan akan mematikan kreativitas siswa. Penghargaan bisa mejadi buah simalakama ketika kita tidak menjelaskan dengan baik arti penghargaan itu. Kita sebagai guru wajib menjelaskan kepada pesert didik kita tentang esensi dari sebuah penghargaan. Penghargaan bukan kita mengartikan secara harafiah tentang pemberian sebuah barang atau nilai di atas kertas kepada sesorang dari hasil yang dicapai namun perhargaan juga bisa diberikan melalui ucapan atau memberikan apresiasi secara langsung kepada sesorang yang telah menyelesaikan suatu tugas tertentu. Dengan memberikan informasi yang jelas tentang esensi penghargaan, maka akan ada rasa saling menghargai tentang sebuah pencapaian. Menurut hemat saya tidak perlu adanya penghargaan namun bisa diganti dengan ungkapan atau apresiasi postif tentang hal yang telah dicapai seperti yang kita para CGP lakukan dalam LMS ini!

Sadar atau tidak, setiap siswa memiliki insting untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Setiap tindakan murid dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Karena kebutuhan dasar setiap murid akan berbeda-beda dan agar menjadi individu yang selamat dan bahagia, kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif. Kita juga harus memahami bahwa kebutuhan dasar dapat dipenuhi dengan cara positif atau negatif.


Dari pernyataan di atas, bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power) merupakan hal-hal dasar yang dibutuhkan oleh setiap siswa

sebagai kodrad anak yang ingin bahagia, mereka senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara. Bila mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang positif, mereka akan mencoba mendapatkannya dengan cara yang negatif.


Katika mereka melakukan kegiatan seperti menggangu teman-teman yang lain itu bukan merupakan sebuah kenakalan melainkan sebuah keinginan untuk bersenang-senang. Memang menganggu teman merupakan sesuatu yang tidak kita harapkan terjadi. Namun jika itu terjadi kita wajib melihat dari perspektif yang berbeda tentang kebutuhan yang ingin siswa kita harapkan.


Selanjutnya, kami para CGP mempelajari tentang konsep Lima (5) Posisi Kontrol yang dikembangkan oleh Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998).

Tujuan dari mempelajari Lima (5) Posisi Kontrol ini adalah:

  • CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk murid-muridnya.

  • CGP dapat mengetahui dan menerapkan disiplin restitusi di posisi Monitor dan Manajer agar dapat menciptakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman.

  • CGP dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif dan terbuka atas penemuan diri yang didapatkan dari mempelajari 5 posisi kontrol.


Diane mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas kita selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer.



Untuk memperkuat penjelasan di atas, Para CGP juga di berikan sebuah tugas untuk studi kasus tentang penerapan disiplin pada sebuah kasus yang dilakukan oleh siswa dalam lingkungan sekolah.


Setelah menganilisis kasus tersebut, para CGP dibawa untuk memahami tentang Sebuah Cara Menanamkan disiplin positif Pada Murid. Cara menanamkan disiplin positif Pada Murid tersebut dinamakan Restitusi. Restitusi merupakan sebua proses atau pendekatan terhadap murid untuk bersama-sama dengan mereka memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. selain itu, Restitusi juga mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain. Lebih lanjut, dengan restitusi, guuru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang.


Setelah mengeksplorasi budaya positif yang kompleks, kami para CGP ditugaskan untuk berkolaborasi dengan teman-teman CGP lainnya. CGP diharapka dapat mendemonstrasikan pemahamannya mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif dengan membentuk komunitas praktisi dengan CGP lain.


Pada sesi ini, CGP akan melakukan kerja kelompok dengan ketentuan:

  1. Dalam kelompok masing-masing, pelajari kasus-kasus yang disediakan.

  2. Melakukan analisis mendalam terhadap kasus-kasus yang disediakan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan di tiap kasus yang disajikan.


Setelah mempelajari kasus-kasus yang disediakan dengan teman komunitas praktisi, CGP akan berdiskusi secara virtual bersama fasilitator dengan menyajikan hasil analisis studi kasus yang telah didiskusikan dalam kerja kelompok sebelumnya. Selanjutnya setiap kelompok penyaji akan mendapatkan satu kelompok hadirin yang bertugas memberikan tanggapan atau masukan konstruktif atas presentasi kelompok penyaji.


Setelah melakukan diskusi bersama fasilitator dan teman-teman CGP lainnya, tugas terakhir pada minggu ini adalah mengirimkan hasil analisis studi kasus yang dinuat bersama teman kelompok.


Perasaan yang penulis rasakan setelah mempelajari Budaya positif pada minggu ini adalah sangat bahagia dan termotivasi. Penulis bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk mempelajari banyak hal tentang budaya positif yang wajib dilakukan dalam lingkungan sekolah. Dengan Materi yang penulis dapatkan minggu ini, penulis merasa termotivasi untuk mengaplikasikan budaya positif dengan selalu berpikiran serta melakukan hal positif dalaam lingkunag sekolah. Dengan menjalankan budaya positif, kita akan menjadi contoh yang bisa dicontohi oleh seluruh warga belajar di sekolah dan menjadi dorongan yang positif dalam melakukan perubahan budaya positif di dalam lingkungan sekolah.


Penulis juga merasa bersukur karena pada minggu ini penulis juga mendapatkan ilmu yang luar biasa tentang bagaimana mengatasi siswa-siswi dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan mereka yang bisa kita gunakan untuk lebih mengerti kodrat alam mereka.


Penulis juga merasa tertantang untuk melaksanakan Pendekatan disiplin siswa dengan menggunakan cara Restitusi. Restitusi menjadikan siswa untuk lebih disiplin, bertanggung jawab serta mencari jalan keluar dari masalah yang ditimbulkan. Dengan Restitusi, pserta didik akan menjadikan diri mereka sendiri sebagai pusat peribahan disiplin


Comments


Komentar

Share Your ThoughtsBe the first to write a comment.
bottom of page